Masih saja tentang dirinya. Ketidakpedulian yang selalu aku harapkan.
Februari datang membawa perasaan tenang, sesekali membuat hati
senang, tak jarang juga membuat bimbang. Bulan baru, aktivitas baru, kisah
baru, dan harapan baru. Semua orang menganggap bulan Februari ini bulan penuh
cinta dan bulan penuh kasih sayang. Alasannya sih simple, karena tanggal 14
Februari diperingati sebagai perayaan hari valentine.
Aku gak ngerti dari mana asal muasal valentine itu dirayakan. Yang
aku tau, valentine adalah hari dimana yang punya pasangan saling bertukar
hadiah sama pasangannya, yang lagi pacaran jarak jauh terus tiba tiba ketemuan
buat melepas rindu, yang jomblo tiba tiba dapet pacar, yang tukang php tiba
tiba khilaf terus membuka hatinya lebar lebar untuk seseorang lain, dan yang
suka ditolak cinta nya tiba tiba jadi rajin ibadah, solat 5 kali sehari, puasa
senin kamis biar cinta nya di hari valentine bisa diterima.
Tapi valentine bagiku sama seperti hari biasa, tak pernah aku
merayakannya. Tak pernah spesial juga hingga usiaku 17 tahun ini, sama seperti
malam malam yang biasanya aku habiskan dengan bermalas malasan, berbaring
diatas kasur, memutar daftar lagu dari berbagai genre sebagai penghibur dan
pengantar tidurku, membuka kunci layar ponsel, menunggu balasan chat nya yang
tak kunjung datang. Lemah pada penantian, lelah pada perasaan.
Terlebih untuk malam ini, ponselku hanya terus memutar lagu
berbagai genre yang sedikit menghiburku. Hingga tak lama kemudian nada ponselku
berbunyi, aku hanya berfikir ini notifikasi broadcast sampah BBM (Blackberry
Messenger) kaum alayers yang hobby promosi pin BB gak penting. Kubiarkan
saja hingga ponselku berbunyi untuk kedua kalinya, dan kali ini aku sangat
berharap ini balasan dari chat nya. Dengan semangat kubuka layar pada ponselku,
notifikasi tertera disana, segera aku membuka nya tapi dugaanku meleset jauh.
Notifikasi itu ternyata hanya dari seorang temanku yang mengabariku mengenai
novel barunya yang ingin dia pinjamkan kepadaku.
Baru baru ini aku punya niatan untuk membaca banyak novel. Aku
berfikir dengan membaca novel dapat mengalihkan sedikit perhatian dan pikiranku
tentang dirinya. Iya dirinya, ketidakpedulian yang selalu aku harapkan.
Semenjak temanku meminjamkan novelnya padaku, tidurku semakin tak
beraturan. Jam 1 hingga jam 3 pagi aku masih saja semangat membaca tiap
halaman, seakan penasaran bagaimana kelanjutan ceritanya. Salah satu novel yang
aku baca pada bulan Februari penuh kasih sayang ini adalah novel karya Winna
Efendi berjudul Tomodachi. Tomodachi mengajariku tentang banyak hal. Tentang
sebuah persahabatan dan perasaan cinta di dalamnya serta tentang perjuangan
bagaimana memiliki dan mempertahankan sesuatu. Tomodachi memberiku pelajaran
bagaimana cara untuk membuat dirinya percaya dan mau bersamaku, sebuah
keinginan yang sulit diwujudkan tanpa usaha. Tomodachi telah mengalihkan
perhatianku tentang hari valentine, terlebih juga tentang dirinya.
Ketidakpedulian yang selalu aku harapkan.
Dikamar seketika udara menjadi sejuk, malam terlalu panjang untuk
kuhabiskan sendiri, hawa ngantuk mulai terasa, jendela kamarku mulai basah
terkena terocohan air hujan dari sisi genteng kamar tidurku yang bocor.
Iya aku bahagia hujan seketika datang, hari valentine nanti kucoba
sambut dengan perasaan senang, meskipun harapanku padanya tak pernah dia
kenang. Terasa perih, gumamku hanya lirih. Senang melihat semua pasangan di
sekelilingku menyiapkan kado istimewa untuk pasangan nya. Senang juga aku masih
bisa menghirup udara segar hingga detik ini, masih bisa merasakan hari kasih
sayang ini sendiri. Iya sendiri.
Kembali ku mencoba mengingat cerita tentang Tomodachi yang
menceritakan sebuah perasaan cinta Tomomi kepada senior nya Hasegawa Senpai
yang membuat dirinya tak sadar bahwa cinta yang sesungguhnya itu selalu berada
di dekatnya, yaitu Tomoki, sahabatnya sendiri yang pernah membuatnya kesal saat
pertama masuk sekolah. Juga tentang rasa tak kenal menyerah dari Tabi yang
sangat mencintai Hasegawa Senpai padahal sudah jelas bahwa Hasegawa tak pernah
mencintainya. Bahkan ketika Hasegawa memiliki kekasih, Tabi masih berharap
padanya. Tabi sadar bahwa cinta itu rumit, orang yang ia sukai tidak
selalu membalas perasaanya, kadang dia jatuh cinta pada orang yg salah, kadang
juga tak sadar bahwa selama ini ada orang yang tulus menyukai nya. Hingga
akhir kelulusan, akhirnya Tabi mendapatkan kancing baju kedua milik Hasegawa.
Kancing yang letaknya paling dekat dengan hati yang diberikan oleh senior
ketika kelulusan kepada orang yang ia sukai.
Aku hanya berhayal andai saja disini aku juga dapat melakukan hal
yang sama seperti itu. Saat aku mengutarakan perasaanku padanya dan berharap
mendapat kancing baju kedua miliknya. Tapi, sejenak aku terdiam. Mengingat tempo
hari akan ucapanku padanya “Apasih aku ini, setahuku menunggu sesuatu
tak pernah se menyenangkan itu”. Dan juga akan balasan yang dia
berikan padaku “Kalau begitu berhentilah menunggu, kita bisa berjalan
bersama sebagai teman, seperti awal kamu mengenalku”. Terasa perih,
gumamku hanya lirih.
Andai saja hal itu tadi benar terjadi, setelah dia berkata padaku
mungkin dia akan memberikan kancing baju nya padaku, bukan kancing baju kedua
yang aku dapatkan, yang berarti aku tidak menjadi orang yang ia sukai. Bukan
juga kancing baju pertama, yang berarti aku bukan sahabat terbaiknya. Namun
hanya kancing baju keempat, kancing baju yang ditujukan untuk teman biasa.
Hanya keempat, tidak ketiga. Karena aku sadar kancing ketiga memiliki makna
teman terbaik. Sedang aku hanya sekedar teman biasanya, tidak lebih.
Entah mengapa otakku makin gusar memikirkan dirinya, suatu perasaan
bersifat kasar terganjal ingin ku ungkapkan padanya, juga tentang kegelisahanku
yang begitu besar ketika tidak berada di dekatnya. Semua ini karna dia,
ketidakpedulian yang selalu aku harapkan.
Novel dan hari valentine sedikit membuatku terlena akan ingatan
tentang dirinya, ingatan yang selalu aku utarakan bahwa “Cinta Harus
Memiliki”. Kata kunci yang aku punya yang entah sampai kapan aku dapat
membuka sendiri kata kunci itu. Kata kunci yang aku punya yang entah sampai
kapan aku dapat masuk dan menguasai itu sendiri.
Lelah kurasa. Perasaan ini terlalu memaksa. Hatiku seakan tersiksa.
Pada suatu rasa, yang tak akan pernah bisa membuatku seakan berjasa. Namun
hanya membuatku putus asa. Darinya, yang tak pernah memberiku sedikitpun balas
rasa. Terasa perih, gumamku hanya lirih. Olehnya, ketidakpedulian yang selalu
aku harapkan.
Aku tak peduli tentang sikap nya padaku. Aku tak peduli tentang apa
yang dia fikirkan tentangku. Dan aku tak peduli bagaimana cara dia membalas
segala rasa yang ku titipkan padanya. Aku mengerti kesedihan ada untuk
dirasakan sebelum kebahagiaan hadir membawa harapan. Sedih jangan dilawan,
bahagia ada untuk kita dapatkan.Bagaimanapun juga aku harus bahagia baik ketika
di dekatnya maupun jauh dari dirinya. Aku harus bahagia.
Sejenak ku teringat tentang kalimat “Bahagia Itu Sederhana”. Aku
tak tahu mengapa jika bahagia itu sederhana aku belum bisa bahagia?
Mengapa sampai sekarang aku tetap mencari kebahagiaan? Aku terus bertanya pada
diriku sendiri dan akhirnya aku sendiri mengerti. Bukan bahagia yang
sederhana, melainkan kesederhanaan yang akan membuatku
bahagia. Kesederhanaan dalam bertindak, kesederhanaan dalam bertingkah laku
dan bersosialisasi, dan juga kesederhanaan dalam mencintai serta menyayangi
seseorang.
Tak sadar deru hujan diluar semakin deras, lantai kamar mulai basah
oleh air yang masuk karena genteng sisi jendela yang bocor, lap lap bekas
kering pun sudah kugunakan semua untuk mengelap lantai kamarku. Daftar putar
lagu di ponselku mulai memutar lagu lagu melow, cocok dengan situasi hujan dan
pas ngena banget di perasaan. Terlebih lagu tentang cinta yang membuatku
kembali bertanya tanya mengapa orang membutuhkan cinta? Mengapa orang sangat
tertarik berbicara mengenai cinta? Dan Mengapa Cinta Harus Memiliki? Aku
hanya tertarik oleh ucapanku mengapa cinta harus
memiliki. Karna jika tidak memiliki maka tidak cinta. Bagaimana
bisa menjaga seseorang yang dicinta padahal dia bukan milikku? Bagaimana bisa
dia mencintaiku tanpa memiliki hatiku? Iya, cinta harus memiliki.
Entah sampai kapan aku akan terus berfikir seperti ini. Hanya
berfikir tak ingin berjuang? Berjuanglah selagi yang diperjuangkan menghargai
perjuangan. Aku bukan sandal jepit, yang ketika salah satu putus maka sudah
tidak berfungsi. Aku adalah sepasang sepatu, selalu bersama, tak bisa bersatu.
Dalam kesendirian malam yang dingin oleh cuaca hujan diluar,
perutku mulai bawel minta diberi asupan makan karna daritadi mulutku terus
mengoceh tentang cinta, cinta, dan cinta. Perutku protes untuk apa berbicara
mengenai cinta, toh juga tidak akan membuatku kenyang! Aku mencoba menuruti
permintaan perutku yang selalu bawel saat tengah malam dan hujan tiba.
Aku bergegas keluar dari kamar dengan melilitkan sarung di
pinggangku untuk sedikit mengurangi dinginnya malam ini. Menuju ke dapur
mencari apa yg bisa aku makan. Dan tentu bukan cinta yang aku makan, karna
cinta tak pernah membuatku kenyang! Mie rebus rasa soto diatas tumpukan cabe
dan telur itu menarik perhatianku, terlebih kaleng berisi peyek khas bikinan
nenek menambah ketertarikanku untuk segera menyantap nya.
Tanpa lama aku mengambil panci kecil yang gagangnya sudah lepas
karna saking lamanya tak terurus. Sama seperti cinta, panci nenek sudah usang
karena jarang tersentuh. Maklum, terkadang nenek dirumah jarang membuat mie
jadi panci hanya tergantung jauh dibanding alat masak yang lain. Walau usang
dan bawahnya berwarna hitam serta pinggirnya berkarat, nenek tidak akan
membuang barang masak nya itu sebelum benar benar tidak bisa digunakan.Segera
kuambil air dan sekali kuhidupkan kompor. Segeralah aku memasak mie. Tak butuh
waktu lama, mie yang kumasak kurang dari 10 menit itupun jadi. Dengan lahap aku
menyantapnya. Aku hanya berkonsentrasi untuk memuaskan perutku, perut yang
selalu bawel saat tengah malam seperti ini.
Seporsi mie kuah rasa soto, telur dan peyek ikan teri buatan nenek
serta nasi hangat itu benar benar membuat perutku puas. Usai sudah aku
membahagiakan perutku. Selesai makan, giliran mata ini mengajakku ke kamar.
Mataku seakan berkata “Ayo pejamkanlah aku, aku lelah”. Malam terlalu
malam, segera aku kembali ke kamar, mendengarkan lagu lagu melow dan sesekali
membuka galeri foto tentang dirinya. Ya, aku suka mengoleksi foto nya. Kadang
foto itu aku ambil dari akun sosial media Instagram dan Facebook miliknya.
Kadang aku mengambil nya dari display picture BBM (Blackberry Messenger)
miliknya. Dan tak jarang juga, aku sendiri yang minta kepadanya untuk dikirim
fotonya. Yah semata sih untuk hiburan, karena sekejap dengan melihat senyum di
fotonya saja aku sudah tersenyum bahagia. Senyumnya, subhanallah ciptaan Allah
SWT. memang sempurna.
Terdiam melihat senyuman. Oleh hati yang selalu dihiraukan. Oleh
rindu yang selalu diabaikan. Oleh rasa yang tak pernah dipedulikan. Terlebih
lagi. Olehnya ketidakpedulian yang selalu aku harapkan.
Perasaan ini bercampur aduk, rasa ingin memilikinya selalu
terbentur dengan rasa ketidakpeduliannya. Aku sadar kelakuanku buruk untuk
perempuan secantik dirinya, tapi aku akui aku luluh atas semua senyumannya.
Hujan bersaksi, aku jatuh hati. Indah tatapnya aku bernaung, sejuk hatinya aku
menetap, elok senyum nya aku terpikat. Dialah alasan utama betapa hidup hanya
berisi kata bahagia.
Tapi, dia curang! Dia licik! Aku harus berusaha terlebih dahulu
agar bisa membuatnya tersenyum bahagia. Sedangkan dia, cukup tersenyum saja
sudah dapat membuatku bahagia. Bisakah dirinya berhenti mengeluh dan mulai
menatapku? Sejenak saja menatapku yang ada di tiap lelahnya. Yang akhirnya
hampir menyerah untuk mendapatkannya? Aku sadar segala sesuatu yang terlalu
berlebihan itu gak baik. Termasuk terlalu cinta, terlalu sayang dan terlalu
kangen. Semuanya gak baik, karna jika hal itu tidak mendapat balasan akan
menjadi terlalu juga. Terlalu Sakit.
Dan kini, kala malam hampir hilang berganti pagi. Kala dingin mulai
menepi. Kala hujan mulai terdiam hanya tetes air membuat suasana sepi. Sadarkah
dirinya disini aku menantinya? Menanti balas rasa yang telah kuberi padanya?
Menanti suatu kebahagiaan yang katanya indah pada waktunya? Juga menanti apakah
aku benar benar bisa bersamanya? Memilikinya? Menjaganya? Terkadang ingin ku
bertanya pada dirinya. Terkadang ingin ku menyentuh wajahnya dan berkata “Aku
menyukaimu”. Terkadang aku hanya ingin diam saja menyimpan rapat rapat
semua ini. Namun aku sudah menentukan pilihan. Begini saja asal aku bisa selalu
berada di sampingnya, aku bahagia.
Lalu, siapakah aku dihadapannya? Seorang teman curhat? Seorang
pengagum diam diam? Seorang yang terlalu berharap balas cinta nya? Atau seorang
yang menginginkan kancing baju kedua miliknya? Aku tak tahu pasti. Yang aku
tau, aku adalah orang yang belum akan tertidur sebelum dia tidur saat sedang
berbalas pesan. Yang aku tau, aku adalah orang yang selalu ingin dibangunkan di
pagi hari olehnya untuk sekedar solat subuh. Yang aku tau, aku adalah orang
yang bertingkah bodoh saat bertemu dengannya, berdebar saat berbicara
dengannya, dan terdiam saat melihat nya berbicara dengan yang lain. Yang aku
tau, aku adalah orang yang sangat menanti senyum nya tiap langkah, tiap hari,
bahkan tiap akan berjumpa dengannya.
Senyum itu, senyum yang entah kapan dapat menjadi milikku. Senyum
itu, senyum yang selalu membuatku terdiam. Senyum itu, senyum yang membuatku
berharap akan kancing baju kedua miliknya. Kancing baju terdekat dengan hati
sebagai tanda rasa suka. Untukku yang selalu tertawa, selalu terlihat ceria,
selalu berusaha membuatnya bahagia. Sadarkah dirinya, ada hati yang teriris
saat mencoba tertawa, ceria, dan bahagia di depannya. Sadarkah dirinya, pura
pura bahagia tak pernah se menyenangkan itu. Sadarkah dirinya, pura pura
bahagia membutuhkan banyak tenaga. Tenaga agar selalu bisa kuat bertahan.
Bertahan ketika apa yang diharapkan tak pernah menjadi prioritasnya. Selalu
olehnya. Ketidakpedulian yang selalu aku harapkan.
Untuk hari valentine yang biasa dan tak ada kata spesial. Untuknya
senyum yang kunanti setiap harinya, setiap akan berjumpa dengannya. Terlebih
perihal harapanku akan kancing baju kedua miliknya. Hatiku mengerti. Perasaanku
paham akan dirinya. Aku sadar, hari valentine adalah hari kasih sayang. Akupun
juga sadar aku adalah orang yang entah kapan bisa untuk sekedar dia sayang.
Olehnya, ketidakpedulian yang selalu aku harapkan.
Aduuh kena sekali 💔
BalasHapus